Ketupat Lebaran: Filosofi dan Tradisi dalam Balutan Daun
Setiap kali Hari Raya Idulfitri tiba, aroma khas masakan Lebaran langsung menyeruak dari dapur-dapur rumah. Di antara opor ayam, rendang, dan sambal goreng ati. satu sajian yang tak pernah absen adalah ketupat

Ketupat Lebaran: Filosofi dan Tradisi dalam Balutan Daun
Setiap kali Hari Raya Idulfitri tiba, aroma khas masakan Lebaran langsung menyeruak dari dapur-dapur rumah. Di antara opor ayam, rendang, dan sambal goreng ati, satu sajian yang tak pernah absen adalah ketupat. Bukan sekadar pelengkap, ketupat punya makna yang dalam—baik secara budaya maupun spiritual—menjadikannya simbol khas Lebaran yang kaya filosofi.
Lebih dari Sekadar Nasi Berbungkus Janur
Ketupat adalah nasi yang dimasak dalam anyaman daun kelapa muda (janur), menghasilkan bentuk unik menyerupai belah ketupat. Proses pembuatannya membutuhkan ketelatenan, dari menganyam janur menjadi wadah, mengisi dengan beras secukupnya, hingga merebus selama beberapa jam hingga matang sempurna.
Tapi ketupat bukan sekadar soal rasa. Di balik bentuknya yang sederhana, tersimpan filosofi mendalam yang berkembang terutama di masyarakat Jawa dan sekitarnya.
Filosofi Ketupat: Simbol Maaf dan Kesucian
Dalam budaya Jawa, ketupat dikenal dengan istilah kupat, yang sering diartikan sebagai akronim dari:
"Ngaku lepat" (mengakui kesalahan)
"Laku papat" (empat tindakan spiritual: lebaran, luberan, leburan, dan laburan)
Empat makna tersebut melambangkan:
Lebaran – kembali ke fitrah, suci dari dosa
Luberan – melimpahnya rezeki dan berkah
Leburan – melebur dosa dengan saling memaafkan
Laburan – menyucikan diri secara lahir dan batin
Bentuk anyaman ketupat yang rumit melambangkan kesalahan dan kekhilafan manusia, sementara nasi putih di dalamnya mencerminkan hati yang bersih setelah saling memaafkan.
Tradisi Ketupat di Nusantara
Ketupat biasanya baru disajikan beberapa hari setelah salat Idulfitri, tepatnya saat Lebaran Ketupat atau Bakda Kupat (7 hari setelah Idulfitri), terutama di daerah Jawa dan Madura. Di momen ini, masyarakat menggelar acara makan bersama, berbagi ketupat dan lauk pauk sebagai simbol kebersamaan dan rasa syukur.
Beberapa daerah bahkan mengadakan ritual atau arak-arakan ketupat sebagai bagian dari tradisi adat. Di Betawi, ada tradisi Ketupat Lebaran dengan menu khas seperti sayur godog dan semur. Di Bali dan Lombok, ketupat juga hadir dalam perayaan Lebaran bagi masyarakat Muslim setempat.
Ketupat dalam Modernitas
Meski zaman telah berubah dan makanan instan kian mendominasi, ketupat tetap bertahan sebagai bagian dari tradisi. Kini banyak dijual ketupat instan atau dalam kemasan plastik, tapi bagi banyak keluarga, membuat ketupat sendiri dari janur tetap menjadi ritual tahunan yang sarat makna.
Momen menganyam janur dan memasak ketupat bersama keluarga menjadi simbol keharmonisan dan kebersamaan yang mempererat tali silaturahmi.
Kesimpulan
Ketupat Lebaran bukan sekadar makanan—ia adalah lambang spiritual, sosial, dan budaya. Dalam balutan daun yang sederhana, tersimpan pesan mendalam tentang kesalahan yang diakui, hati yang dibersihkan, dan hubungan yang kembali dijalin lewat maaf dan kasih sayang.
What's Your Reaction?






